"Kemenangan
Sadiq Khan (45) keturuan imigran Muslim yang terpilih menjadi Wali Kota London,
menjadi simbol bahwa tak ada yang tak mungkin di Inggris".
Demikian ditulis koran Kompas, Minggu, 8 Mei 2016, dan menjadi headline.
Sadiq Khan yang
berasal dari keluarga jelata berhasil mengalahkan rivalnya, Zac Goldsmith yang
berasal dari keluarga Yahudi yang kaya raya.
Gambaran
keluarga kandidat dalam tabel
Keluarga Sadiq Khan
|
Keluarga Zac Goldsmith
|
a)
Ayahnya imigram pakistan bekerja sebagai sopir bus
b)
Ibunya tukang kelim
c)
Kakaknya sebagai montir
d)
Tinggal diperumahan rakyat di Tooting yang disubsidi
Pemerintah
e)
Memiliki 8 saudara
|
a)
Ayahnya pengusaha besar yang bergerak di bidang
perhotelan
b)
Kakaknya Jemima Goldsmith (sahabat mendiang Putri
Diana)
c)
Pendidikan Zac goldsmith di sekolah-sekolah elit di
Inggris, seperti Eton dan Cambridge
|
Berita
kemenangan Sadiq Khan atas Zac Goldsmith ini juga menjadi berita utama di
sekian ribuan saluran televisi sedunia, tak terkecuali semua saluran televisi
swasta di Indonesia. Entah dari mana sudut pandang yang disorot, Yang jelas ini
sudah menjadi berita utama yang seakan-akan mau mengatakan; " Demokrasi berjalan di tangan
orang yang punya peradaban, dan ini seolah-olah adalah suatu keanehan yang
nyata". Bahkan dalam berita yang dirilis, dari pihak lawan politik
menggunakan permainan kampanyenya yang nakal, kasar, bahkan cara-cara yang
"HARAM MUGHOLADHOH", ungkapan yang sering dilontarkan anak-anak muda
NU dengan nada guyon.
Kalau kita membaca gambaran tabel di atas, dan dikaitkan
dengan pola dan model pemilihan zaman sekarang yang masih lengkap dengan
senjata berupa "uang", yang kemudian dimenangkan oleh orang yang
tidak berpunya, ini akan menjadi spirit bagi setiap warga negara yang memiliki
prestasi dan potensi yang baik. Memang kalau sekedar membaca koran dan menyimak
berita di televisi, tanpa data yang lengkap, pasti kurang bisa memberikan
analisis yang tajam atas kemenengan Sadiq Khan. Apakah sadiq khan benar-benar
maju tanpa duit ? apakah ada cukong di balik kemenangannya, yang nota bene ia
berangkat dari partai buruh ? apakah pakai model pemikiran Jokowi yaitu iuran
anggotanya ?
Bagaimana dengan Indonesia ? apakah dengan mayoritas pendudukanya
yang Muslim, yang selalu diberi pelajaran bahwa suap menyuap itu berdosa, mampu
melaksanakan demokrasi tanpa uang ?
mungkin ini bisa dijawab dan hanya sekali 'kayaknya' yaitu kemenangan Gusdur
jadi presiden. Harapannya semoga kemenangan Sadiq Khan akan menginspirasi
pemilu-pemilu yang ada di Indonesia, yang tanpa uangpun bisa mengalahkan, dan
yang paling terutama, adalah memberikan dengan adil atas hak setiap warga
negara, dengan mengedepankan nilai-nilai
anti ras, suku, dan golongan.
Penulis ingin menegaskan, bahwa ternyata kemenangan pemilu
tanpa uang ini sebenarnya bukan barang aneh, kalau dikatakan jarang- is
ok. Di salah satu desa di Kecamatan Subah, ada kepala desa yang menang dalam
pemilihan tanpa mengeluarkan biaya, bahkan sekarang menjadi percontohan. Orang
Jepangpun 'nrimbung' pingin tahu. Kenyataan ini harus diungkap secara
detail, kalau ada upaya mencontoh. Sebab untuk daerah yang lain kok belum bisa,
bahkan kasus dari intimidasi sampai bahkan pembunuhan yang sering muncul di
siaran baik media elektronik dan cetak.
Masih segar pendengaran dan penyimakan kita dari
media masa yang memberitakan pencalonan ketua umum golkar harus bermahar 1
milyar. Orang awampun akan bertanya, “berapa nanti gaji seorang ketua umum?
Dari mana dana yang digelontorkan untuk menggaji ketum ?” kalau ketum tingkat
Nasional bermahar 1 milyar, berapa mahar ketua umum tingkat wilayah ? berapa
mahar ketum tingkat daerah (Kab/kota) ? berapa mahar untuk ketum tingkat
kecamatan ? dan berapa ketum untuk tingkat desa ?. wah ini sih kerjaannya KPK
untuk menelisik lebih dalam. Tapi mungkin tidak hanya golkar yang begituan,
partai lain entahlah ? “peradabannya” mungkin beda-beda. Ada yang gayanya
blak-blakan habis itu babak belur, ada yang umpet-umpetan habis tu
saling teriak njelek-njelekkan, Orang
lain jadi terkagetkan.
Penulis jadi teringat, ketika "brainstorming"
(omong-omong) dalam acara santai-santai di ruang bawah gedung ASWAJA, politik uang sudah betul-betul nyata, bahkan kalau dulu orang yang nyalon pakai politik uang dengan metode serangan fajar, sekarang tidak 'umpet-umpetan'. bahkan ada yang
menyampaikan bahwa, ada tokoh masyarakat yang ketika di
silaturahmini salah satu orang yang akan menjadi calon orang nomor satu di
Pekalongan,- biasa-lah "basa-basi" minta restunya -mau nyalon. Apa
jawaban tokoh tersebut ? "kamu punya uang berapa mau nyalon
itu?"tanya sang tokoh. Dasar yang mau nyalon pas-pasan, ya njawabnya
sekenanya.
Nah !, coba bayangkan !, apa yang ditanyakan sang tokoh
sebenarnya memberikan gambaran betapa uang adalah segala-galanya. Bahkan tokoh
ini fasih melafadzkan hadits tentang suap. Prihatin ra'?
Yang kedua, yaitu yang terkait dengan persoalan keadilan
sebagai hak setiap warga negara. Sebagaimana yang diperoleh Sadiq Khan, sebagai pemenang Walikota London yang mayoritas penduduknya beragama Kristen. Hal ini mengingatkan penulis, ketika bertemu
KH.Maulana Al-Habib Muhammad Luthfiy bin Ali Yahya, sehari sebelum berita ini
menjadi headline,- saat itu penulis diutus keluarga almarhum KH Akrom Sofwan
untuk menjemput beliau guna memberikan taushiyah di hari Pemakaman KH Akrom
Sofwan-, yaitu pandangan KH.Maulana Al-Habib Muhammad Luthfiy bin Ali Yahya
terkait dengan keadailan bagi hak setiap warga negara di wilayah domisilinya. Seperti
biasanya, beliau menerima tamu dengan berbagai masalah, mulai dari masalah
pribadi sampai publik. Pas, pada saat itu beliau sedang menjelaskan persoalan
menyangkut hak-hak setiap warga negara.
Ujarannya: "jangan sampai memperlakukan tidak adil
kepada warga, ada
warga yang memiliki potensi berkarier dalam bidang, misalnya di ketentaraan,
mereka kemudian pesimis dan mengatakan kepada sesama temannya yang beda agama:
"ah mana mungkin saya yang beragama non Muslim kok jadi komandan di
wilayah yang basisnya Muslim, pasti saya akan ditolak oleh warga yang mayoritas
Muslim tersebut". "Nanti juga sebalikannya, yang muslim akan
mengatakan kepada temannya yang beda agama tersebut". "Apakah ini
adil ?" tanya Habib Luthfiy. “Bagaimana anda bisa mempertahankan NKRI
kalau masih berpandangan bahwa, wilayah sini basisnya kan muslim, maka
pemimpinnya harus muslim, nanti yang wilayahnya basis agamanya Kristen juga
akan menolak promosi jabatan dari seseorang yang beragama non kristen. Padahal mereka ini
punyak hak yang sama untuk mempertahankan NKRI. Itu baru di promosi karier
ketentaraan, belum di kepolisian, belum di pemerintahan, lama-lama mereka yang
punya basis kekuatan social keagamaan” Jelas habib Luthfiy. "aduh bib, ini pelajaran
fiqh bagian yang mana sih ?" gumanku. Inikah suluknya orang yang
berperadaban di muka bumi?
ATS, 8 Mei 2016.