SEJARAH
PERKEMBANGAN HADITS MASA ROSUL SAW DAN SHAHABAT
Sejak resmi diangkat menjadi Nabi dan Utusan
Allah pada tahun 610 H yaitu dengan ditandai mulai menerima wahyu al Quran,
menjadi kewajiban Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan apa yang diterima
tersebut kepada umatnya (QS An Nahl [16] :44 dan Al Maidah [5] : 68). Pada saat
itulah tahapan dakwah dimulai karena adanya perintah tabligh dan dengan begitu
dimulai pula fase pertama terjadinya hadits. Oleh karenanya, pada masa ini
dikenal dengan masa pembentukan dan penyebaran hadits. Permulaan terjadinya
hadits adalah seiring-bersamaan dengan awal turunnya wahyu.
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa usia hadits adalah seusia dengan Al Qur’an
sendiri. Hadits, penampung sunnah Nabi, memuat kebutuhan dasar kaum muslimin:
individu dan komunitas. Berkaitan dengan perkembangan hadits pada masa ini,
akan dipaparkan kegiatan penyampaian
hadits, melukiskan cara-cara yang digunakan untuk mengajarkan, mempelajari dan
memeliharanya, serta faktor-faktor yang membantu shahabat dalam tugas mereka. Saat
itu hadits diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi SAW. Para
sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih
mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Terkait dengan itu semua, metode pembelajaran
yang ditempuh Nabi saw kepada para shahabatnya tidak lepas dari metode Al
Qur’an. Karena Rasul SAW adalah seorang penyampai Kitabullah Ta’ala. Beliau
menjelaskan hukum-hukumnya, menegaskan ayat-ayatnya.
A. Metode dan langkah-langkah
Rosul SAW dalam membentuk kepribadian ummatnya.
Dr. muhammad ‘Ajaj Al Khathib
menjelaskan tentang metode pengajaran Rasulullah SAW terhadap para shahabatnya
sebagai berikut:
1.
Pengajaran bertahap
Al Qur’an menempuh cara
bertahap dalam menentang aqidah-aqidah rusak dan tradisi yang berbahaya dan
memberantas segala bentuk kemungkaran yang dilakukan oleh manusia pada masa pra
Islam. Al Qur’an juga menempuh cara bertahap dalam menancapkan aqidah yang
benar, ibadah, hukum, ajaran kepada etika luhur dan membangkitkan keberanian
orang-orang yang berada di sekitar Nabi saw agar selalu bersabar dan teguh
hati.
Dalam semua hal itulah, Rasul
Saw menjelaskan al Qur’an al karim, memberikan fatwa kepada manusia, melerai pihak-pihak
yang bersengketa, menegakkan hukuman dan mempraktekkan ajran-ajaran al Qur’an.
Semua itu merupakan sunnah.
2.
Pusat-pusat pengajaran
Rasul saw menjadikan Dar al
Arqam bin Abdi Manaf di Mekkah sebagai markas dakwah Islam, tatkala pada
awalnya dakwah itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Tempat itu dikenal
dengan sebutan “Dar al Islam”. Kaum muslimin yang awal berkumpul di sekitar
Rasul saw. Menjauhi kaum musyrkin untuk membaca al Qur’an, mempelajari
dasar-dasar islam dan menghafal al Qur’an yang sedang turun kepada beliau.
Kemudian tak seberapa lama, tempat tinggal Rasul SAW di Mekkah menjadi pusat
kegiatan kaum muslimin dan pesantren yang mereka gunakan untuk menerima al
Qur’an dan meneguk hadis dari Rasul SAW.
Para sahabat berusaha memahami
secara jelas al Qur’an dan saling belajar di antara mereka di manapun mereka
bisa singgah. Mereka hendak menguasasi apa yang mereka dengar dari Rasul SAW.
Dan menelaah tafsir al Qur’an, yang tidak lain adalah penjelasan Rasul SAW,
yakni al hadis. Dengan demikian, penghafalan hadis berjalan berdampingan dengan penghafalan al Qur’an al Karim sejak
masa-masa awal kemunculan Islam. Hal ini akan semakin jelas di sela-sela kajian
ini. Selanjutnya, masjid menjadi tempat yang dikenal untuk belajar, memberi
fatwa dan menyelesaikan persoalan, di samping fungsinya yang pokok sebagai
tempat ibadah dan pemaparan masalah-masalah
umum kaum muslimin.
Namun demikian, pusat
kegaitan belajar mengajar tidak terbatas pada tertentu. Tabligh Rasul SAW tidak
hanya di tempat tertentu atau kesempatan tertentu pula. Kadang-kadang beliau
dimintai fatwa di tengah perjalanan, beliau pun memberikan fatwa. Beliau juga
sering diteanya dalam berbagai kesempatan dan kemudian menjawabnya, beliau
menyampaikan Islam dalam setiap kesempataan yang mungkin bagi beliau dan di
tempat mana saja. Di samping itu, beliau juga memilki majlis yang tidak sedikit
jumlahnya, yang digunakan oleh para shahabat untuk “menyantri”. Tatkala beliau
duduk, duduk pula para shahabat secara melingkar mengitari beliau. Dari Anas
ra., diriwayatkan: Bahwasannya tatkala mereka selesai melaksanakan shalat
subuh, mereka duduk membentuk halaqoh, seraya membaca Al Qur’an dan mempelajari berbagai kefardhuan dan
kesunnahan.[1] Dari sejarah para shahabat dan kehidupan
intelektual mereka, kita bisa mengetahui bahwa Rasul SAW tidak pelit terhadap
seorang muslim dengan ilmu yang beliau miliki. Belaiu sering duduk bersama para
shahabat memberikan pengajaran dan membersihkan hati mereka.
3.
Kebaikan Pendidikan dan Pengajaran
Rasul SAW merupakan figur
pendidik, penyelamat dan pengajar sekaligus pembimbing. Betapa tidak demikian,
padahal beliau diutus oleh Allah SWT. Untuk menyempurnakan budi pekerti ?
beliau bergaul dengan seluruh kaum muslimin secara baik. Bagi mereka,
beliau merupakan saudar yang rendah
hati, guru yang bijaksana, bahkan sebagai ayah yang penyanyang. Bila hendak
mengajarkan budi pekerti kepada para sahabat, baliau berbicara dengan bahasa
yang sangat halus dan yang sangat menyenangkan hati pendengar. Misalnya beliau
bersabda :
إنما أنا
لكم مثل الوالد إذا آتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة ولا تستدبروها
Bagi kalian aku hanyalah
seperti seorang ayah, karena itu, bila kalian buang hajat, maka janganlah
menghadap kiblat dan jangan (pula)
membelakanginya.[2]
Bila berbicara, Rasul Saw
menggunakan makna yang sangat tegasdan rinci. Bahkan kadang kadang mengulang
lebih dari satu kali, sehingga yang mendengar mudah hafal. Dari sayyidah
A’isyah ra diriwayatkan behwa beliau tidak berbicara secara beruntuk seperti
kalian, tetapi beliau berbicara dengan
bahasa yang tegas dan jelas sehinggga bisa dihafal pendengarnya.[3] Riwayat lain menyebutkan
pembicara baliau bila ada yang menghitung bisa dihitungnya.[4] Beliau menjelaskan kepada
manusia berbagai hukum dengan jelas, sehingga tak ada pertanyaan lagi bagi pendengar dan tiak
ada kesulitan lagi bagi penanya yang ada di hadapan beliau. Sampai-sampai
beliau sering memberikan jawaban yang lebih luas dari yang ditanyakan.
4.
Memberikan Variasi
Dari Abdillah bin Mas’ud
diriwayatkan, katanya: “Nabi SAW memberkan senggang waktu dalam memeberikan
mauidhah kepada kita, karena enggan membuat kami jemu.”[5]
Rasul SAW khawatir para
sahabat merasa bosan, sehingga
memperpanjang mauidhah antara satu waktu dengan waktu lainnya. Karena
pengajaran dan pengarahan yang berturut-turut membuat jiwa cepat bosan,
sehingga tidak efektif. Karena itu, alangkah bijaksananya bila cara Nabi ini
juga ditempuh dalam metode pengajaran, danitu pula yang dijadikan pegangan oleh
lembaga-lembaga pendidikan dalm merumuskan merodologi pengajarannya. Ia
merupakan metode terbaik untuk mengukuhkan berbagai informasi atau pengetahuan
yang diberkankepada para siswa. Terkadang Rasul memperpanjang senggang
5.
Memberikan Contoh Praktis
Rasul SAW mengajarkan kepda
para sahabat Al Qur’an al Karim, ayat demi ayat dengan menjelaskannya kepada
mereka. Sehingga mereka dapat memahaminya mempelajari kandungannya dan
mempraktikannya sendiri, baru kemudian menghafal yang lain. Berkenaan
denan hal ini, Abu Abdurahman berkata:
telah meriwayatkan kepada kami orang-orang yang mengajarkan al Qur’an kepada
kami – seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud dan lain –lain – bahwa
bila mereka telah belajar sepuluh ayat dari Nabi Saw, mereka tidak akan
melanjutkannya, kecuali telah mengerti ilmu dan amal yang ada di dalamnya.
Mereka memberikan pengakuan: Kami belajar al Qur’an, ilmu dan amal sekaligus.[6]
Al A’masy meriwayatkan dari
Abu Wa’il dari Abdullah bin Mas’ud, katanya: “seseorang di antara kami, bila
telah belajar sepuluh ayat tidak akan melanjutkannya sampai mengerti betul
pengertiannya dan mengamalkannya.
Lebih dari itu, ada sebagian
shahabat yang bermukim di sisi Rasul Saw untuk mempelajari hukum hukum dan
ibadah ibadah dalam Islam, kemudian kembali kepada keluarga dan
masyarakatnya untuk mengajari mereka
ilmu agama ini. Salah satu buktinya adalah riwayat yang ditakhrijkan oleh Imam
Bukhari dari Malik ibn al Huwarits, katanya: kami datang kepada Nabi SSAW. Kami
masih berusia setengah baya. Lalu kami tinggal selama dua puluh hari di sisi
beliau. Suatu ketika, beliau mengira bahwa kami telah rindu berat kepada
keluarga, dan menanyakan orang-orang kami yang tinggal dalam keluarga kami,.
Kami memberitahukan hal ini kepada beliau. Baliau sosok yang sangat santun dan
penyayang, lalu beliau bersabda:
إرجعوا
إلى اهليكم فعلمواهم ومروهم وصلوا كما رأيتمونى أصلي. وإذا حضرت الصلاة فليؤذّن لكم
أحدكم ثم ليؤمّكم أكبركم
Kembalilah kepada keluarga
kalian, lalu ajarilah dan perintahkanlah mereka. Shalatlah kalia seperti kalian
melihat aku mengajarkan shalat. Dan bila waktu shalat tiba, maka hendaklah
salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan untuk kalian. Kemudian
hendaklah yang paling tua di antara kalian menjadi Imam.
Hadits-hadits seperti itu
menjelaskan kepada kita aspek praktis berkenaan dengan penerapan hukum-hukkum
syari’at dan ajaran-ajarannya.
6.
Memperhatikan Situasi dan kondisi
Rasulullah SAW berbicara
ekapad orang lain sesuai dengan kadar intelektual mereka. Pembicaraan yang
tidaka dapat dipersepsi oleh akal pendengar, terkadang justru menjadikan
fitnah, sehingga yang terjadi tidaklah seperti yang dikehendaki.
Rasul SAW benar benar
berbicara kepada mereka yang hadir dengan bahasa yang adapat mereka tangkap
pengertiannya, sehingga seorang pedalaman, dengan kekeran katekternya mampu
memahami. Demikian pula orang kota, dapat memahaminya sesuai dengan pola hidup
dan kondisi lingkungannya,. Di samping itu, beliau juga memperhatikan perbedaan
daya tangkap, kecerdasan dan kemamuan alami maupun hasil latihan mereka dalam
berfikir. Kepada orang yang cerdas, beliau cukup memberikan isyarat. Salah satu
buktinya adalah riwayat dari Abu Hurairah, katanya: Ada seseorang dari warga
Farazah menghadap nabi SAW, seraya melapor: “sesungguhnya istriku melahirkan
anak yang berkulit hitam, dan aku tidak mengakuinya
7.
Memudahkan dan tidak memberatkan
Beliau
selalu mengajak berbuat kemudahan. Dari Ibn Abbas, dari Nabi SAW, diriwayatkan
bahwa beliau bersabda:
8. علّموا ويسّروا ولاتعسّروا وإذا غضب أحدكم فليسكت
Mengajarlah
kalian. Permudahlah dan jangan mempersulit. Dan bila salah seorang di antara
kalian marah, maka hendaklah diam.
Dan dari
Anas ra. Dari Nabi SAWm diriwayatkan bahwa beliau bersabda:
9. يسّروا ولاتعسّروا
وبشّروا ولا تنفّروا
Permudahlah
dan jangan mempersulit. Gembirakanlah dan jangan membuat orang lain lari.
8. Pengajaran bagi Perempuan
B. Perhatian Rasul terhadap Ilmu
- Rasulullah Saw secara tegas memerintahkan untuk menuntut ilmu, Sabda beliau:
طلب العلم فريضة
على كل مسلم (أخرجه ابن ماجه)
- Rasul juga memerintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain.
ألا ليبلغ الشاهد
الغائب (أخرجه ابن ماجه)
“ingatlah, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak
hadir.”
- Rasul menjelaskan status ulama (orang yang berlimu)
العلماء ورثة الأنبياء
C. Cara-cara sahabah memperoleh
sunnah dari Nabi SAW:
- Majlis-majlis ilmu
- Pertemuan-pertemuan umum, seperti ketika haji wada’ dan fathu makkah
- Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Rasul SAW
- Kejadian-kejadian yang terjadi pada kaum muslimin
- Berbagai peristiwa yang disaksikan oleh sahabat dan bagaimana Rasul melaksanakannya
- Para sahabat yang mengemukakan maslah, bertanya, da berdialog langsung dengan Nabi SAW.
D. setting sosial masyarakat
Islam awal yang ummi terkait dengan kebolehan dan larangan menulis hadis.
Saat itu hadits diterima
dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi. Para sahabat belum merasa ada
urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi mash mudah dihubungi untuk
dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Polemik dibolehkan tidaknya
penulisan hadits timbul karena ada beberapa hadits yang mendukung, baik
pembolehan maupun pelarangan.
Hadits pelarangan sering
diangkat tanpa didampingi dengan hadits pembolehan
Polemik ini dapat mudah
diselesaikan dengan mengkaji hikmah dibalik adanya pelarangan
E. penyebaran Hadits Pada Masa
Nabi SAW
- sunnah tersebar bersama al Qur’an al Karim sejak masa awal dakwah Islam
- Faktor yang mendukung tersebarnya sunnah ke berbagai penjuru, antara lain:
i.
Kegigihan Rasul dalam menyampaikan dakwah
ii.
Kegigihan dan kemauan keras pada sahabat dalam
menuntut, menghafal, dan menyampaikan ilmu
iii.
Para ummul mukminin dan sahabiyah
iv.
Para utusan Rasul SAW, dan Lain-lain
- Sementara untuk penulisan hadits pada masa Nabi SAW, terdapat hadits yang melarang dan membolehkan (terjadi polemik)
F. terjadinya kritik hadis pada
masa Rosul SAW dan sahabat
Dalil
pelarangan penulisan hadits dan pelarangan membuat hadits palsu.
عن أبي
سعيد الخدري أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلم قال: لاتكتبوا عنّى ومن كتب عنّى غير
القرأن فليمحه, وحدّثوا عنّى ولا حرج, ومن كذب عليّ فليتبوّأ مقعده من النّار
dari
Abu said al Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda; “Janganlah kalian menulis
dariku, dan barang siapa yang menulis dariku selain al Qur’an maka hendaklah
dia menghapusnya. Dan bicarakanlah tentangku tanpa masalah, dan barang siapa
yang berbohong atas namaku maka dia sudah mendudukan kursinya di neraka. (HR.
Muslim, al-Daruqutni, ahmad)
عن أبي
هريره انّ رسول الله صلى الله عليه وسلم خطب فذكر القصّة في الحديث. قال أبو شاة: اكتبوا
لى يا رسول اللهز فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اكتبوا لأبي شاه
dari
Abu Hurairoh ra, Rasulullah SAW berkhutbah pada haji wada’ lalu seorang bernama
Abu Syah berkata: Wahai Rasulullah SAW , tolong tuliskan untuk saya (apa yang
engkau khutbahkan). Rasulullah SAW pun berkata kepada beberapa orang shahabat:
kalian tuliskan untuk Abu Syah.
Hadits
di atas jelas sekali menunjukkan pembolehan penulisan hadits. Namun hadits
sebelumnya menunjukkan larangannya. Bagaimana menyikapi keadaan kedua hadits
yang bertentangan. Ada solusi yang dikemukakan oleh para ulama hadits.
1.
Dengan pendekatan nasikh dan mansukh. Artinya:
a. Hadits pelarangan dihapus
hukumnya dengan hadits pembolehan, apalagi hadits pembolehan diperkatan pada
tahun 8 H, ketika Haji Wada’
b. Namun jika ini dijadikan
alasan, Abu Said al Khudri dikatan masih tetap enggan menulis hadits sampai
akhir hayatnya
c. Ada riwayat bahwa Abu Bakar
sempat membakar lembaran-lembaran hadits, serta Umar pernah mempunyai gagasan
untuk penulisan hadits. Namun niatan itu diurungkan setelah melakukan isikhoroh
2.
Rasulullah SAW mempunyai dua kebijakan:
a. Melarang kalangan umum untuk
menulis hadits
b. Membolehkan beberapa orang
sahabat menulis hadits
Hikmah
-
Ketika Rasulullah SAW melarang penulisan
hadits, baginda melarangnya untuk meyoritas sahabat, namun untuk orang
tertentu, Rasulullah SAW tetap membolehkannya
-
Di antara para sahabat yang mendapat izin
adalah Abdullah ibn Amru ibn Al Ash (w.65 H/685 M)
-
Di antara sahabat yang menulis hadits adalah
Abdullah bin Abbas (w.68 H/687 M), ‘ali bin Abi tholib (w.40 H/661 M), Sumroh
(Samuroh) bin Jundab (w.60 H), Jabir bin Abdullah (w.78 H), dan Abdullah bin
Abi Auf (w.86 H)
HADITS
PADA MASA SAHABAT
Pengantar
mengenal Shahabat
Sahabat
adalah mereka yang bertemu dengan Rasulullah SAW dalam keadaan mu’min dan
meninggal dalam keadaan mu’min. masalah yang diperdebatkan adalah: bertemu atau
melihat, usia waktu bertemu, keyakinan waktu bertemu, berapa lama
pertemuan/persahabatan itu.
Keutamaan
sahabat diukir dalam al Qur’an:
محمد رسول
الله والذين معه أشدّاء على الكفار رحماء بينهم تراهم ركّعا سجّدا يبتغون فضلا من الله
ورضوانا سيماهم في وجوههم من أثر السجود ذلك مثلهم في التوراة ومثلهم في الإنجيل كزرع
أخرج شطأه فأزره فاستغلظ فاستوى على سوقه يعجب الزراع ليغيظ بهم الكفّار وعد الله الذين
ءامنوا وعملوا الصالحات منهم مغفرة وأجرا عظيما
Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat
mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridlloan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud
والسّابقون
الأولون من المهاجرين والأنصار والذّين اتبعوهم
بإحسان رضى الله عنهم ورضوا عنه وأعدّلهم جنات تجرى تحتها الانهار خالدين فيها أبدا
ذلك الفوز العظيم
Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridho
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar.
Keutamaan
sahabat dalam hadits:
عن أبي
سعيد قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لاتسبوا أحد من أصحابي فإنّ أحدكم لو
أنفق مثل احد ذهبا ما أدرك مدّا أحدهم ولا نصيفه (مسلم : 4611)
Janganlah
kalian mencaci maki seorang darisahabatku, sesunggunya tidaklah seorang dari
kalian, kalaulah dia mengeluarkan harta emas sebesar gunung uhud, tidak akan
menyamai apa yang telah mereka nafkahkan walau sebesar satu mud atau nafisnya.
عن عبد
الله قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خير أمتي القرنُ الذين يلوني ثم الذين
يلونهم ثم الذين يلونهم ( مسلم: 4599)
Sebaik-baik
umatku adalah mereka yang hidup pada abad setelahku, kemudian abad setelah
mereka, selanjutnya abad setelah yang kedua
Faktor
keutamaan shahabat:
1.
Melihat nabi dan hidup bersama-sama Nabi
2.
Murid langsung Rasulullah SAW
3.
Dididik, diajar, dinasehati langsung oleh
Rasulullah SAW
Keadilan
shahabat:
Jumhur
ulama sepakata bahwa sahabat adalah orang yang terpercaya. Tetapi sebagian
kelompok memaknai bahwa sahabat tidak semuanya adil, karena mereka adalah
manusia biasa. Oleh kerenanya, konsep memaknai keadilan sahabat adalah: sahabat
harus dimaknakan sebagai berikut:
a.
Sahabat bukanlah Nabi
b.
Sahabat adalah manusia biasa seperti kita
c.
Sahabat bersalah, berdosa dan khilaf
d.
Sahabat ada yang shaleh sekali, ada yang
biasa-biasa saja,
e.
Didikan Rasulullah SAW langsung, maka sedikit
yang kurang ajar
Sahabat
yang pertama masuk Islam:
Laki-laki :
Abu Bakar
Perempuan : Khadijah
Budak : Bilal
Anak-anak : Ali bin Abi Tholib
Jumlah
sahabat : 1 :10.000 orang yang
berhaji bersama Rasulullah SAW
Pendapat
Abu Zur’ah 114.000 sahabat
Cara
mengetahui sahabat:
-
Kabar yang mutawatir, seperti Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali
-
Kabar yang Masyhur, seperti Ukkasyah ibn
Muhsin, Dhamam ibn Tsa’labah
-
Kabar Ahad/satu, seperti kesaksian Abu Musa al
Asy’ari bahwa Hammah ibn Abi Hammah yang meninggal di Asbaha, pernah mendengar
dari Nabi SAW
-
Pengakuan seseorang bahwa dia adalah sahabat
Nabi, dengan syarat bahwa oang tersebut
sudah diakui kredibilitas kejujurannya
-
Persaksian tabi’in bahwa seseorang adalah
seorang sahabat Nabi SAW. Jika memenuhi syarat yang sudah dimaklumi bersama
Peringkat
Sahabat menurut al Hakim:
1.
Mereka yang masuk Islam pada masa awal di
Makkah, seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali
2.
Mereka yang masuk Islam sebelum perundingan di
Dar al Nadwaj
3.
Mereka yang berhijrah ke al Habasyah
4.
Mereka yang ikut bai’at aqobah pertama
5.
Mereka yang ikut bai’at aqobah kedua
6.
Mereka yang berhijrah ke Madinah gelombang
pertama
7.
Mereka yang ikut perang Badr
8.
Mereka yang berhijrah dari masa setelah perang
Badr sampai Hudaibiyah
9.
Mereka ikut bai’at Ridwan
10. Mereka yang berhijrah dari masa
setelah perang Badr sampai hudaibiyah
11. Mereka yang masuk Islam pada
fath Makkah
12. Anak-anak yang pernah melihat
Nabi, termasuk yang ikut pada waktu haji wada
Sahabat
yang paling meriwayatkan hadits:
Abu
Hurairah (L 19 sH., w. 59 H) : 5374 hadits
Ibn
Umar (L 10 sH., w. 73 H) : 2630 hadits
Anas
bin Malik (L10 sH., w. 93 H) :
2286 hadits
A’isyah
binti Abu Bakar (w. 57 H) :
2210 hadits
Abdullah
bin Abbas (L 3 sH., w. 68 H) : 1660
hadits
Jabir
ibn Abdillah (L 6 sH., w. 78 H) :
1540 hadits
Abu
sa’id al-Khudri ( L 13 sH., w. 74 H) :
1170 hadits
Gelar
sahabat
Abu
Bakar :
al-Siddiq
Umar :
al-Faruq
Utsman :
Zun Nurain
Ali :
Bab il-‘ilmi
Hasan
& Husein :
Sayyid syabab ahl Jannah
Istri-istri
Nabi :
Ummul Mu’minin
Abu
Ubaidah :
Amin Hadzihi al-Ummah
Khalid
bin Walid :
Saif al-Islam
Hamzah :
singa padang pasir
Shahabat
yang paling akhir meninggal berdasarkan letak daerah:
Madinah : al Sa’ib ibn yazid ibn Sa’id al Kindi : 91 H
Ta’if : Abdullah ibn Abbas :
68 H
Basrah :
Anas bin Malik :
93 H
Kufah : Abdullah bin Abi Aufa : 87 H
Syam : Abdullah bin Bisyr al Mazini : 96 H
Mesir : Abdullah ibn Harits al Zabidi : 86 H
Sijistan : Al-Ada’ ibn Khalid : setelah
100 H
Absahan : al-Nabighoh al Ja’di : 55 H
Mekah : Abu al Tufail, ‘Amir bin Wa’ilah
al Laytsi : 110 H
Perkembangan
hadits pada masa khulafa al Rasyidin
Pada
periode ini periwayatan hadits pada masa Abu bakar dan Umar ibn Khottob masih
terbatas disampaikan kepada yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran
resmi. Demikian juga penulisan hadits. Pada periode shahabat menurut pengamatan
al Hakim (w. 405 H) dan al-Dzahabi (w. 748 H) adalah abu Bakar al Shidiq (w. 13
H) sebagai tokoh perintis pemberlakuan uji kebenaran informasi hadits.
Periwayatan
hadits begitu sedikit dan lamban. Hal ini disebabkan kecenderungan mereka untuk
membatasi atau menyedikitkan riwayat (taqlil al Riwayah), di
samping sikap hati-hati dan teliti para sahabat dalam menerima hadits.
Ali
bahkan hanya mau menerima hadits perorangan jika orang tersebut bersedia di
sumpah. Pada masa ini mucul sektarianisme yang bertendensi politis menimbulkan perbedaan pendapat dan
pertentangan, bukan saja dalam bidang politik dan pemerintahan, tapi juga dalam
ketentuan-ketentuan keagamaan. Dari suasana ini muncul pemalsuan hadits.
[1]
Majma’ az Zawaid, juz 1, hal 132
[2]
Lihat musnad Imam Ahmad, hlm. 100, hadits 7362, juz III. Lihat fath al Bariy,
hlm. 255, juz I
[3]
Lihat al Jami’ Li Akhlaq ar Rawi wa Adab as Sami’, hlm 96 /B dan Fath al Bariy
hl, 390, juz VII
[4]
Fath al bariy, hl, 289, juz VII
[5]
Ibid, hlm 172 dan 173 juz I
[6]
Tahdzib-tahdzib hlm 183 juz V
Tidak ada komentar:
Posting Komentar