Minggu, 16 Maret 2014

Sejarah Perkembangan Hadits



SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS MASA ROSUL SAW DAN SHAHABAT

Sejak resmi diangkat menjadi Nabi dan Utusan Allah pada tahun 610 H yaitu dengan ditandai mulai menerima wahyu al Quran, menjadi kewajiban Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan apa yang diterima tersebut kepada umatnya (QS An Nahl [16] :44 dan Al Maidah [5] : 68). Pada saat itulah tahapan dakwah dimulai karena adanya perintah tabligh dan dengan begitu dimulai pula fase pertama terjadinya hadits. Oleh karenanya, pada masa ini dikenal dengan masa pembentukan dan penyebaran hadits. Permulaan terjadinya hadits adalah seiring-bersamaan dengan awal turunnya wahyu.
 Secara singkat dapat dikatakan bahwa usia hadits adalah seusia dengan Al Qur’an sendiri. Hadits, penampung sunnah Nabi, memuat kebutuhan dasar kaum muslimin: individu dan komunitas. Berkaitan dengan perkembangan hadits pada masa ini, akan dipaparkan  kegiatan penyampaian hadits, melukiskan cara-cara yang digunakan untuk mengajarkan, mempelajari dan memeliharanya, serta faktor-faktor yang membantu shahabat dalam tugas mereka. Saat itu hadits diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi SAW. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Terkait dengan itu semua, metode pembelajaran yang ditempuh Nabi saw kepada para shahabatnya tidak lepas dari metode Al Qur’an. Karena Rasul SAW adalah seorang penyampai Kitabullah Ta’ala. Beliau menjelaskan hukum-hukumnya, menegaskan ayat-ayatnya.
A.      Metode dan langkah-langkah Rosul SAW dalam membentuk kepribadian ummatnya.
Dr. muhammad ‘Ajaj Al Khathib menjelaskan tentang metode pengajaran Rasulullah SAW terhadap para shahabatnya sebagai berikut:
1.      Pengajaran bertahap
Al Qur’an menempuh cara bertahap dalam menentang aqidah-aqidah rusak dan tradisi yang berbahaya dan memberantas segala bentuk kemungkaran yang dilakukan oleh manusia pada masa pra Islam. Al Qur’an juga menempuh cara bertahap dalam menancapkan aqidah yang benar, ibadah, hukum, ajaran kepada etika luhur dan membangkitkan keberanian orang-orang yang berada di sekitar Nabi saw agar selalu bersabar dan teguh hati.
Dalam semua hal itulah, Rasul Saw menjelaskan al Qur’an al karim, memberikan fatwa kepada manusia, melerai pihak-pihak yang bersengketa, menegakkan hukuman dan mempraktekkan ajran-ajaran al Qur’an. Semua itu merupakan sunnah.

2.      Pusat-pusat pengajaran
Rasul saw menjadikan Dar al Arqam bin Abdi Manaf di Mekkah sebagai markas dakwah Islam, tatkala pada awalnya dakwah itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Tempat itu dikenal dengan sebutan “Dar al Islam”. Kaum muslimin yang awal berkumpul di sekitar Rasul saw. Menjauhi kaum musyrkin untuk membaca al Qur’an, mempelajari dasar-dasar islam dan menghafal al Qur’an yang sedang turun kepada beliau. Kemudian tak seberapa lama, tempat tinggal Rasul SAW di Mekkah menjadi pusat kegiatan kaum muslimin dan pesantren yang mereka gunakan untuk menerima al Qur’an dan meneguk hadis dari Rasul SAW.
Para sahabat berusaha memahami secara jelas al Qur’an dan saling belajar di antara mereka di manapun mereka bisa singgah. Mereka hendak menguasasi apa yang mereka dengar dari Rasul SAW. Dan menelaah tafsir al Qur’an, yang tidak lain adalah penjelasan Rasul SAW, yakni al hadis. Dengan demikian, penghafalan hadis berjalan berdampingan  dengan penghafalan al Qur’an al Karim sejak masa-masa awal kemunculan Islam. Hal ini akan semakin jelas di sela-sela kajian ini. Selanjutnya, masjid menjadi tempat yang dikenal untuk belajar, memberi fatwa dan menyelesaikan persoalan, di samping fungsinya yang pokok sebagai tempat ibadah dan pemaparan masalah-masalah  umum kaum muslimin.
Namun demikian, pusat kegaitan belajar mengajar tidak terbatas pada tertentu. Tabligh Rasul SAW tidak hanya di tempat tertentu atau kesempatan tertentu pula. Kadang-kadang beliau dimintai fatwa di tengah perjalanan, beliau pun memberikan fatwa. Beliau juga sering diteanya dalam berbagai kesempatan dan kemudian menjawabnya, beliau menyampaikan Islam dalam setiap kesempataan yang mungkin bagi beliau dan di tempat mana saja. Di samping itu, beliau juga memilki majlis yang tidak sedikit jumlahnya, yang digunakan oleh para shahabat untuk “menyantri”. Tatkala beliau duduk, duduk pula para shahabat secara melingkar mengitari beliau. Dari Anas ra., diriwayatkan: Bahwasannya tatkala mereka selesai melaksanakan shalat subuh, mereka duduk membentuk halaqoh, seraya membaca Al Qur’an dan  mempelajari berbagai kefardhuan dan kesunnahan.[1]  Dari sejarah para shahabat dan kehidupan intelektual mereka, kita bisa mengetahui bahwa Rasul SAW tidak pelit terhadap seorang muslim dengan ilmu yang beliau miliki. Belaiu sering duduk bersama para shahabat memberikan pengajaran dan membersihkan hati mereka.

3.      Kebaikan Pendidikan dan Pengajaran
Rasul SAW merupakan figur pendidik, penyelamat dan pengajar sekaligus pembimbing. Betapa tidak demikian, padahal beliau diutus oleh Allah SWT. Untuk menyempurnakan budi pekerti ? beliau bergaul dengan seluruh kaum muslimin secara baik. Bagi mereka, beliau  merupakan saudar yang rendah hati, guru yang bijaksana, bahkan sebagai ayah yang penyanyang. Bila hendak mengajarkan budi pekerti kepada para sahabat, baliau berbicara dengan bahasa yang sangat halus dan yang sangat menyenangkan hati pendengar. Misalnya beliau bersabda :
إنما أنا لكم مثل الوالد إذا آتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة ولا تستدبروها
Bagi kalian aku hanyalah seperti seorang ayah, karena itu, bila kalian buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat  dan jangan (pula) membelakanginya.[2]
Bila berbicara, Rasul Saw menggunakan makna yang sangat tegasdan rinci. Bahkan kadang kadang mengulang lebih dari satu kali, sehingga yang mendengar mudah hafal. Dari sayyidah A’isyah ra diriwayatkan behwa beliau tidak berbicara secara beruntuk seperti kalian, tetapi beliau berbicara  dengan bahasa yang tegas dan jelas sehinggga bisa dihafal pendengarnya.[3] Riwayat lain menyebutkan pembicara baliau bila ada yang menghitung bisa dihitungnya.[4] Beliau menjelaskan kepada manusia berbagai hukum dengan jelas, sehingga tak  ada pertanyaan lagi bagi pendengar dan tiak ada kesulitan lagi bagi penanya yang ada di hadapan beliau. Sampai-sampai beliau sering memberikan jawaban yang lebih luas dari yang ditanyakan.
4.      Memberikan Variasi
Dari Abdillah bin Mas’ud diriwayatkan, katanya: “Nabi SAW memberkan senggang waktu dalam memeberikan mauidhah kepada kita, karena enggan membuat kami jemu.”[5]
Rasul SAW khawatir para sahabat merasa bosan, sehingga  memperpanjang mauidhah antara satu waktu dengan waktu lainnya. Karena pengajaran dan pengarahan yang berturut-turut membuat jiwa cepat bosan, sehingga tidak efektif. Karena itu, alangkah bijaksananya bila cara Nabi ini juga ditempuh dalam metode pengajaran, danitu pula yang dijadikan pegangan oleh lembaga-lembaga pendidikan dalm merumuskan merodologi pengajarannya. Ia merupakan metode terbaik untuk mengukuhkan berbagai informasi atau pengetahuan yang diberkankepada para siswa. Terkadang Rasul memperpanjang senggang
5.      Memberikan Contoh Praktis
Rasul SAW mengajarkan kepda para sahabat Al Qur’an al Karim, ayat demi ayat dengan menjelaskannya kepada mereka. Sehingga mereka dapat memahaminya mempelajari kandungannya dan mempraktikannya sendiri, baru kemudian menghafal yang lain. Berkenaan denan  hal ini, Abu Abdurahman berkata: telah meriwayatkan kepada kami orang-orang yang mengajarkan al Qur’an kepada kami – seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud dan lain –lain – bahwa bila mereka telah belajar sepuluh ayat dari Nabi Saw, mereka tidak akan melanjutkannya, kecuali telah mengerti ilmu dan amal yang ada di dalamnya. Mereka memberikan pengakuan: Kami belajar al Qur’an, ilmu dan amal sekaligus.[6]
Al A’masy meriwayatkan dari Abu Wa’il dari Abdullah bin Mas’ud, katanya: “seseorang di antara kami, bila telah belajar sepuluh ayat tidak akan melanjutkannya sampai mengerti betul pengertiannya dan mengamalkannya.
Lebih dari itu, ada sebagian shahabat yang bermukim di sisi Rasul Saw untuk mempelajari hukum hukum dan ibadah ibadah dalam Islam, kemudian kembali kepada keluarga dan masyarakatnya  untuk mengajari mereka ilmu agama ini. Salah satu buktinya adalah riwayat yang ditakhrijkan oleh Imam Bukhari dari Malik ibn al Huwarits, katanya: kami datang kepada Nabi SSAW. Kami masih berusia setengah baya. Lalu kami tinggal selama dua puluh hari di sisi beliau. Suatu ketika, beliau mengira bahwa kami telah rindu berat kepada keluarga, dan menanyakan orang-orang kami yang tinggal dalam keluarga kami,. Kami memberitahukan hal ini kepada beliau. Baliau sosok yang sangat santun dan penyayang, lalu beliau bersabda:
إرجعوا إلى اهليكم فعلمواهم ومروهم وصلوا كما رأيتمونى أصلي. وإذا حضرت الصلاة فليؤذّن لكم أحدكم ثم ليؤمّكم أكبركم
Kembalilah kepada keluarga kalian, lalu ajarilah dan perintahkanlah mereka. Shalatlah kalia seperti kalian melihat aku mengajarkan shalat. Dan bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan untuk kalian. Kemudian hendaklah yang paling tua di antara kalian menjadi Imam.
Hadits-hadits seperti itu menjelaskan kepada kita aspek praktis berkenaan dengan penerapan hukum-hukkum syari’at dan ajaran-ajarannya.
6.      Memperhatikan Situasi dan kondisi
Rasulullah SAW berbicara ekapad orang lain sesuai dengan kadar intelektual mereka. Pembicaraan yang tidaka dapat dipersepsi oleh akal pendengar, terkadang justru menjadikan fitnah, sehingga yang terjadi tidaklah seperti yang dikehendaki.
Rasul SAW benar benar berbicara kepada mereka yang hadir dengan bahasa yang adapat mereka tangkap pengertiannya, sehingga seorang pedalaman, dengan kekeran katekternya mampu memahami. Demikian pula orang kota, dapat memahaminya sesuai dengan pola hidup dan kondisi lingkungannya,. Di samping itu, beliau juga memperhatikan perbedaan daya tangkap, kecerdasan dan kemamuan alami maupun hasil latihan mereka dalam berfikir. Kepada orang yang cerdas, beliau cukup memberikan isyarat. Salah satu buktinya adalah riwayat dari Abu Hurairah, katanya: Ada seseorang dari warga Farazah menghadap nabi SAW, seraya melapor: “sesungguhnya istriku melahirkan anak yang berkulit hitam, dan aku tidak mengakuinya
7.      Memudahkan dan tidak memberatkan
Beliau selalu mengajak berbuat kemudahan. Dari Ibn Abbas, dari Nabi SAW, diriwayatkan bahwa beliau bersabda:
8.    علّموا ويسّروا ولاتعسّروا وإذا غضب أحدكم فليسكت
Mengajarlah kalian. Permudahlah dan jangan mempersulit. Dan bila salah seorang di antara kalian marah, maka hendaklah diam.

Dan dari Anas ra. Dari Nabi SAWm diriwayatkan bahwa beliau bersabda:
9.    يسّروا ولاتعسّروا وبشّروا ولا تنفّروا
Permudahlah dan jangan mempersulit. Gembirakanlah dan jangan membuat orang lain lari.


8.   Pengajaran bagi Perempuan

B.      Perhatian Rasul terhadap Ilmu
    1. Rasulullah Saw secara tegas memerintahkan untuk menuntut ilmu, Sabda beliau:
طلب العلم فريضة على كل مسلم  (أخرجه ابن ماجه)
    1. Rasul juga memerintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain.
ألا ليبلغ الشاهد الغائب (أخرجه ابن ماجه)
“ingatlah, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
    1. Rasul menjelaskan status ulama (orang yang berlimu)
العلماء ورثة الأنبياء
C.      Cara-cara sahabah memperoleh sunnah dari Nabi SAW:
    1. Majlis-majlis ilmu
    2. Pertemuan-pertemuan umum, seperti ketika haji wada’ dan fathu makkah
    3. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Rasul SAW
    4. Kejadian-kejadian yang terjadi pada kaum muslimin
    5. Berbagai peristiwa yang disaksikan oleh sahabat dan bagaimana Rasul melaksanakannya
    6. Para sahabat yang mengemukakan maslah, bertanya, da berdialog langsung dengan Nabi SAW.
D.     setting sosial masyarakat Islam awal yang ummi terkait dengan kebolehan dan larangan menulis hadis.
Saat itu hadits diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi mash mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Polemik dibolehkan tidaknya penulisan hadits timbul karena ada beberapa hadits yang mendukung, baik pembolehan maupun pelarangan.
Hadits pelarangan sering diangkat tanpa didampingi dengan hadits pembolehan
Polemik ini dapat mudah diselesaikan dengan mengkaji hikmah dibalik adanya pelarangan
E.      penyebaran Hadits Pada Masa Nabi SAW
    1. sunnah tersebar bersama al Qur’an al Karim sejak masa awal dakwah Islam
    2. Faktor yang mendukung tersebarnya sunnah ke berbagai penjuru, antara lain:
                                                               i.      Kegigihan Rasul dalam menyampaikan dakwah
                                                             ii.      Kegigihan dan kemauan keras pada sahabat dalam menuntut, menghafal, dan menyampaikan ilmu
                                                           iii.      Para ummul mukminin dan sahabiyah
                                                           iv.      Para utusan Rasul SAW, dan Lain-lain
    1. Sementara untuk penulisan hadits pada masa Nabi SAW, terdapat hadits yang melarang dan membolehkan (terjadi polemik)
F.      terjadinya kritik hadis pada masa Rosul SAW dan sahabat

Dalil pelarangan penulisan hadits dan pelarangan membuat hadits palsu.
عن أبي سعيد الخدري أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلم قال: لاتكتبوا عنّى ومن كتب عنّى غير القرأن فليمحه, وحدّثوا عنّى ولا حرج, ومن كذب عليّ فليتبوّأ مقعده من النّار
dari Abu said al Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda; “Janganlah kalian menulis dariku, dan barang siapa yang menulis dariku selain al Qur’an maka hendaklah dia menghapusnya. Dan bicarakanlah tentangku tanpa masalah, dan barang siapa yang berbohong atas namaku maka dia sudah mendudukan kursinya di neraka. (HR. Muslim, al-Daruqutni, ahmad)
عن أبي هريره انّ رسول الله صلى الله عليه وسلم خطب فذكر القصّة في الحديث. قال أبو شاة: اكتبوا لى يا رسول اللهز فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اكتبوا لأبي شاه
dari Abu Hurairoh ra, Rasulullah SAW berkhutbah pada haji wada’ lalu seorang bernama Abu Syah berkata: Wahai Rasulullah SAW , tolong tuliskan untuk saya (apa yang engkau khutbahkan). Rasulullah SAW pun berkata kepada beberapa orang shahabat: kalian tuliskan untuk Abu Syah.
Hadits di atas jelas sekali menunjukkan pembolehan penulisan hadits. Namun hadits sebelumnya menunjukkan larangannya. Bagaimana menyikapi keadaan kedua hadits yang bertentangan. Ada solusi yang dikemukakan oleh para ulama hadits.
1.      Dengan pendekatan nasikh dan mansukh. Artinya:
a.       Hadits pelarangan dihapus hukumnya dengan hadits pembolehan, apalagi hadits pembolehan diperkatan pada tahun 8 H, ketika Haji Wada’
b.      Namun jika ini dijadikan alasan, Abu Said al Khudri dikatan masih tetap enggan menulis hadits sampai akhir hayatnya
c.       Ada riwayat bahwa Abu Bakar sempat membakar lembaran-lembaran hadits, serta Umar pernah mempunyai gagasan untuk penulisan hadits. Namun niatan itu diurungkan setelah melakukan isikhoroh
2.      Rasulullah SAW mempunyai dua kebijakan:
a.       Melarang kalangan umum untuk menulis hadits
b.      Membolehkan beberapa orang sahabat menulis hadits
Hikmah
-          Ketika Rasulullah SAW melarang penulisan hadits, baginda melarangnya untuk meyoritas sahabat, namun untuk orang tertentu, Rasulullah SAW tetap membolehkannya
-          Di antara para sahabat yang mendapat izin adalah Abdullah ibn Amru ibn Al Ash (w.65 H/685 M)
-          Di antara sahabat yang menulis hadits adalah Abdullah bin Abbas (w.68 H/687 M), ‘ali bin Abi tholib (w.40 H/661 M), Sumroh (Samuroh) bin Jundab (w.60 H), Jabir bin Abdullah (w.78 H), dan Abdullah bin Abi Auf (w.86 H)

HADITS PADA MASA SAHABAT
Pengantar mengenal Shahabat
Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Rasulullah SAW dalam keadaan mu’min dan meninggal dalam keadaan mu’min. masalah yang diperdebatkan adalah: bertemu atau melihat, usia waktu bertemu, keyakinan waktu bertemu, berapa lama pertemuan/persahabatan itu.
Keutamaan sahabat diukir dalam al Qur’an:
محمد رسول الله والذين معه أشدّاء على الكفار رحماء بينهم تراهم ركّعا سجّدا يبتغون فضلا من الله ورضوانا سيماهم في وجوههم من أثر السجود ذلك مثلهم في التوراة ومثلهم في الإنجيل كزرع أخرج شطأه فأزره فاستغلظ فاستوى على سوقه يعجب الزراع ليغيظ بهم الكفّار وعد الله الذين ءامنوا وعملوا الصالحات منهم مغفرة وأجرا عظيما
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridlloan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud

والسّابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذّين  اتبعوهم بإحسان رضى الله عنهم ورضوا عنه وأعدّلهم جنات تجرى تحتها الانهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.

Keutamaan sahabat dalam hadits:
عن أبي سعيد قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لاتسبوا أحد من أصحابي فإنّ أحدكم لو أنفق مثل احد ذهبا ما أدرك مدّا أحدهم ولا نصيفه (مسلم : 4611)
Janganlah kalian mencaci maki seorang darisahabatku, sesunggunya tidaklah seorang dari kalian, kalaulah dia mengeluarkan harta emas sebesar gunung uhud, tidak akan menyamai apa yang telah mereka nafkahkan walau sebesar satu mud atau nafisnya.
عن عبد الله قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خير أمتي القرنُ الذين يلوني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ( مسلم: 4599)
Sebaik-baik umatku adalah mereka yang hidup pada abad setelahku, kemudian abad setelah mereka, selanjutnya abad setelah yang kedua

Faktor keutamaan shahabat:
1.      Melihat nabi dan hidup bersama-sama Nabi
2.      Murid langsung Rasulullah SAW
3.      Dididik, diajar, dinasehati langsung oleh Rasulullah SAW

Keadilan shahabat:
Jumhur ulama sepakata bahwa sahabat adalah orang yang terpercaya. Tetapi sebagian kelompok memaknai bahwa sahabat tidak semuanya adil, karena mereka adalah manusia biasa. Oleh kerenanya, konsep memaknai keadilan sahabat adalah: sahabat harus dimaknakan sebagai berikut:
a.       Sahabat bukanlah Nabi
b.      Sahabat adalah manusia biasa seperti kita
c.       Sahabat bersalah, berdosa dan khilaf
d.      Sahabat ada yang shaleh sekali, ada yang biasa-biasa saja,
e.       Didikan Rasulullah SAW langsung, maka sedikit yang kurang ajar

Sahabat yang pertama masuk Islam:
Laki-laki                      : Abu Bakar
Perempuan                : Khadijah
Budak                         : Bilal
Anak-anak                  : Ali bin Abi Tholib
Jumlah sahabat          : 1 :10.000 orang yang berhaji bersama Rasulullah SAW
Pendapat Abu Zur’ah 114.000 sahabat
Cara mengetahui sahabat:
-          Kabar yang mutawatir, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali
-          Kabar yang Masyhur, seperti Ukkasyah ibn Muhsin, Dhamam ibn Tsa’labah
-          Kabar Ahad/satu, seperti kesaksian Abu Musa al Asy’ari bahwa Hammah ibn Abi Hammah yang meninggal di Asbaha, pernah mendengar dari Nabi SAW
-          Pengakuan seseorang bahwa dia adalah sahabat Nabi, dengan syarat bahwa oang  tersebut sudah diakui kredibilitas kejujurannya
-          Persaksian tabi’in bahwa seseorang adalah seorang sahabat Nabi SAW. Jika memenuhi syarat yang sudah dimaklumi bersama
Peringkat Sahabat menurut al Hakim:
1.      Mereka yang masuk Islam pada masa awal di Makkah, seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali
2.      Mereka yang masuk Islam sebelum perundingan di Dar al Nadwaj
3.      Mereka yang berhijrah ke al Habasyah
4.      Mereka yang ikut bai’at aqobah pertama
5.      Mereka yang ikut bai’at aqobah kedua
6.      Mereka yang berhijrah ke Madinah gelombang pertama
7.      Mereka yang ikut perang Badr
8.      Mereka yang berhijrah dari masa setelah perang Badr sampai Hudaibiyah
9.      Mereka ikut bai’at Ridwan
10.  Mereka yang berhijrah dari masa setelah perang Badr sampai hudaibiyah
11.  Mereka yang masuk Islam pada fath Makkah
12.  Anak-anak yang pernah melihat Nabi, termasuk yang ikut pada waktu haji wada

Sahabat yang paling meriwayatkan hadits:
Abu Hurairah (L 19 sH., w. 59 H)                : 5374 hadits
Ibn Umar (L 10 sH., w. 73 H)                       : 2630 hadits
Anas bin Malik (L10 sH., w. 93 H)               : 2286 hadits
A’isyah binti Abu Bakar (w. 57 H)               : 2210 hadits
Abdullah bin Abbas (L 3 sH., w. 68 H)        : 1660 hadits
Jabir ibn Abdillah (L 6 sH., w. 78 H)                        : 1540 hadits
Abu sa’id al-Khudri ( L 13 sH., w. 74 H)     : 1170 hadits

Gelar sahabat
Abu Bakar                                          : al-Siddiq
Umar                                                   : al-Faruq
Utsman                                               : Zun Nurain
Ali                                                        : Bab il-‘ilmi
Hasan & Husein                                 : Sayyid syabab ahl Jannah
Istri-istri Nabi                                    : Ummul Mu’minin
Abu Ubaidah                                      : Amin Hadzihi al-Ummah
Khalid bin Walid                                : Saif al-Islam
Hamzah                                              : singa padang pasir

Shahabat yang paling akhir meninggal berdasarkan letak daerah:
Madinah         : al Sa’ib ibn yazid ibn Sa’id al Kindi                        : 91 H
Ta’if                : Abdullah ibn Abbas                                                : 68 H
Basrah                        : Anas bin Malik                                             : 93 H
Kufah              : Abdullah bin Abi Aufa                                : 87 H
Syam               : Abdullah bin Bisyr al Mazini                      : 96 H
Mesir              : Abdullah ibn Harits al Zabidi                     : 86 H
Sijistan            : Al-Ada’ ibn Khalid                                       : setelah 100 H
Absahan         : al-Nabighoh al Ja’di                                     : 55 H
Mekah             : Abu al Tufail, ‘Amir bin Wa’ilah al Laytsi : 110 H

Perkembangan hadits pada masa khulafa al Rasyidin
Pada periode ini periwayatan hadits pada masa Abu bakar dan Umar ibn Khottob masih terbatas disampaikan kepada yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran resmi. Demikian juga penulisan hadits. Pada periode shahabat menurut pengamatan al Hakim (w. 405 H) dan al-Dzahabi (w. 748 H) adalah abu Bakar al Shidiq (w. 13 H) sebagai tokoh perintis pemberlakuan uji kebenaran informasi hadits.
Periwayatan hadits begitu sedikit dan lamban. Hal ini disebabkan kecenderungan mereka untuk membatasi atau menyedikitkan riwayat (taqlil al Riwayah), di samping sikap hati-hati dan teliti para sahabat dalam menerima hadits.
Ali bahkan hanya mau menerima hadits perorangan jika orang tersebut bersedia di sumpah. Pada masa ini mucul sektarianisme yang bertendensi  politis menimbulkan perbedaan pendapat dan pertentangan, bukan saja dalam bidang politik dan pemerintahan, tapi juga dalam ketentuan-ketentuan keagamaan. Dari suasana ini muncul pemalsuan hadits.




[1] Majma’ az Zawaid, juz 1, hal 132
[2] Lihat musnad Imam Ahmad, hlm. 100, hadits 7362, juz III. Lihat fath al Bariy, hlm. 255, juz I
[3] Lihat al Jami’ Li Akhlaq ar Rawi wa Adab as Sami’, hlm 96 /B dan Fath al Bariy hl, 390, juz VII
[4] Fath al bariy, hl, 289, juz VII
[5] Ibid, hlm 172 dan 173 juz I
[6] Tahdzib-tahdzib hlm 183 juz V

Tidak ada komentar:

Posting Komentar